Laman

Minggu, 29 Januari 2012

Ummahatul Mu’minin: Ibu orang-orang yang beriman

Oleh : Yuyun Yuningsih


Ummul mu’minin adalah sebutan yang diberikan kepada setiap istri Nabi Muhammad SAW yang semuanya berjumlah sebelas orang. Istilah ini berasal dari kata ummu yang artinya ibu dan al-mu’minin yang artinya orang-orang beriman, jadi ummul mu’minin berarti “ibu orang-orang yang beriman”, bentuk jama’nya ummahatul mu’minin.

Sebutan tersebut menunjukkan bahwa para istri Nabi Muhammad adalah wanita-wanita yang terpilih dan dimuliakan Allah SWT. Allah SWT sendiri menetapkan sebutan tersebut dalam surat al ahzab ayat 6 yang artinya “Nabi itu hendaknya lebih utama bagi orang-orang mu’min dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka…”. Selanjutnya, dalam surat yang sama ayat 53 Allah SWT menetapkan bahwa para istri Nabi Muhammad SAW tidak boleh dikawini oleh siapapun setelah Nabi Muhammad SAW wafat; arti ayat tersebut ialah “….Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya sesudah ia wafat selama-lamamnya. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) disisi Allah.”

Ummahatul mu’minin tersebut  adalah :
(1)   Khadijah binti Khuwailid (Mekkah, 556-619). Dia adalah seorang wanita dari kabilah Quraisy yang mempunyai kedudukan tinggi di kalangan kaumnya dan juga kaya. Pada masa sebelum Islam (Zaman jahiliyyah) ia bergelar at-Tahirah (Yang Bersih Suci). Sebelum menjadi istri Nabi SAW dia pernah dua kali menikah dan ditinggal suami. Pertama ia menikah dengan Abu Halal Annabbasy bin Zurarah dan kemudian dengan Atiq bin Abid al-Makhzumi. Setelah ia menjanda, ia berdagang dengan mempercayakan modal kepada orang-orang yang dapat dipercaya untuk menjalankannya. Ia memilih Muhammad yang telah dikenal sebagai orang yang dapat dipercaya untuk berdagang menjalankan modalnya. Setelah Khadijah menyaksikan kejujurannya dan kebaikan Muhammad, ia meminangnya untuk menjadi suaminya. Muhammad yang pada waktu itu berumur 25 tahun menikahi Khadijah yang berusia 40 tahun.
Dari perkawinan Khadijah dengan Muhammad bin Abdullah yang lima belas tahun kemudian diangkat menjadi Rasul Allah SAW (utusan Allah) lahir enam orang putra-putri, yaitu al-Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kalsum, Fatimah az-Zahra, dan Abdullah. Setelah mendampingi Muhammad Rasullullah SAW sebagai istri dan membantu perjuangannya menegakkan Islam dengan harta bendanya selama 25 tahun, Ummul Mu’minin Khadijah wafat dalam usia 65 tahun.

(2)   Saudah binti Zam’ah. Sebelum menjadi istri Rasulullah SAW, ia pernah kawin dengan Sakran bin Umar al-Amiri. Pasangan ini termasuk orang yang pertama beriman kepada risalah nabi Muhammad SAW dan ikut hijrah ke Habasyah (Abessinia). Sekembalinya dari Habasyah, Sakran meninggal dunia dan Saudah hidup sebagai janda tua yang tidak punya pekerjaan dan keluarga yang dapat melindunginya dari tekanan kaum musyrik, termasuk ayahnya yang belum memeluk Islam.

Pada waktu itu Nabi Muhammad SAW adalah seorang duda dengan Fatimah, putranya yang masih kecil, memerlukan seorang yang dapat merawatnya. Atas anjuran dari Khaulah binti Hakim, nabi Muhammad SAW menikahi Saudah sebagai ummul mu’minin tinggal di rumah Rasulullah SAW. Ia banyak beribadah dan bersedekah.

(3)   Aisyah binti Abu Bakar as-Siddiq (Mekkah,614-Madinah,678). Sebelum menikahi dengan Rasulullah SAW, dalam usia yang masih sangat muda ia dilamar oleh al-Mut’im bin Adi untuk dijodohkan dengan anaknya Jubair yang kala itu masih musyrik. Abu Bakar as-Siddiq  menolak lamaran tersebut. Pada saat itu Khaulah binti Hakim melihat bahwa Nabi SAW masih dalam keadaan sedih  karena wafatnya Khadijah segera mengajukan usul kepada Rasulullah SAW agar berkenan menikahi Aisyah, dengan harapan akan timbul suasana baru dalam rumah tangga Rasulullah SAW sekaligus memberikan perlindungan kepada Aisyah. Rasulullah SAW menerima usul tersebut dan Abu Bakar juga menyetujui untuk menikahkan Aisyah dengan Rasulullah SAW. Dengan pernikahan ini maka resmilah Aisyah sebagai ummul mu'minin yang sangat dicintai, dan banyak meriwayatkan hadist.

(4)   Zainab binti Khuzaimah bin Abdullah bin Umar. Sebelum menikah dengan Rasulullah pada tahun 3 H, menurut riwayat ia pernah kawin dengan Abdullah bin Jahsy yang syahid dalam perang Uhud. Pernikahannya dengan Rasulullah SAW tidak berlangsung lama sebab Zainab wafat sekitar dua bulan setelah berstatus ummul mu’minin. Sebagai istri rasulullah SAW, Zainab juga terkenal dengan sebutan ummul masakin karena ia senang memberi makan dan  bersedekah kepada fakir miskin.

(5)   Juwairiyyah binti Haris. Sebelum menjadi istri Nabi SAW, ia adalah seorang pemimpin kabilah bani Mustaliq. Ketika pada tahun 6 H Bani Mustaliq menyerang kaum muslimin namun akhirnya dapat dikalahkan, juwairiyyah termasuk orang yang menjadi tawanan perang dan menjadi milik Qais bin Sabit. Sebagai tawanan ia akan dibebaskan bila dapat membayar tebusan. Tetapi, karena ia gagal mendapatkanb uang tebusan, ia langsung menghadap Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Apakah engkau menginginkan agar aku membayar tebusan untuk kebebasanmu kemudian aku menikahimu?” Juwairiyyah segera mengiyakan dan Rasulullah SAW menikahinya. Dengan status Juwairiyyah sebagai ummul mu’minin, maka terciptalah hubungan baik antara Bani Mustaliq dan kaum muslimin di Madinah.

(6)   Sofiyah binti Huyay bin Akhtab. Ialah seorang anak dan juga istri raja Khaibar yang bernama Kinanah ar-Rabi bin Abu Huqaiq, pemilik benteng Yahudi “Qumus” yang terkenal amat kuat. Kemuliaan dan kekuasaan Sofiyah hilang setelah tentara Khaibar dapat dikalahkan oleh pasukan muslimin. Akibatnya, ia hidup sengsara. Setelah Rasulullah menyaksikan keadaan Sofiyah, beliau menikahinya. Dengan pernikahan  ini Sofiyah terangkat martabatnya, dan kaum Khaibar masuk Islam.

(7)   Hindun binti Abi Umaiyah bin Mugirah binti Abdullah bin Amr bin Mahzum atau Ummu Salamah (w.62 H). Sebelum ia menikah dengan Rasulullah SAW, ia telah menikah dengan Abdullah bin Asad bin Mugirah atau Abu Salamah, seorang sahabat Rasulullah SAW, dan punya anak bernama Salamah. Suaminya meninggal setelah Perang Uhud dan beberapa tahun kemudian Rasulullah menikahinya.

(8)   Ramlah binti Abu Sufyan atau Ummu Habibah. Ia telah menikah dengan Ubaidillah bin Yahsy al-Asadi, anak paman Rasulullah SAW semenjak Zaman Jahiliyyah. Bersama suaminya ia masuk Islam dan ikut hijrah ke Habasyah. Dalam perjalanan ke habasyah ini ia melahirkan anak pertamanya dan suaminya murtad kemudian meninggalkannya. Walaupun sangat menderita di tempat pengungsian, dia tetap teguh sebagai muslimah. Setelah Rasulullah SAW mengetahui penderitaan Ramlah, ia mengutus seseorang untuk membawakan bekal hidup baginya dan meminangnya. Ramlah menerima pinangan tersebut dengan  senang hati, dan kemudian menjadi ummul mu’minin.

(9)   Hafsah binti Umar bin Khattab. Sebelum menikah dengan Rasulullah SAW, Hafsah pernah kawin dengan Khunais bin Huzafah bin Qais bin Adi as-Sahmi al-Quraisy, salah seorang yang ikut hijrah ke Habasyah dan sangat berjasa dalam Perang Uhud. Setelah Khunais meninggal dalam Perang Uhud dan Hafsah menjanda beberapa tahun, Rasulullah menikahinya. Hafsah, di samping terkenal sebagai ummul mu’minin penyimpan pertama naskah Al-Qur’an yang dihimpun dan dititipkan oleh Khalifah Abu Bakar as-Siddiq, juga telah meriwayatkan sejumlah hadis Nabi SAW.

(10)   Zainab binti Jahsy bin Ri’ah bin Ja’mur bin Sabrah bin Murrah. Rasulullah SAW menikahi Zainab setelah ia ditalak oleh Zaid bin Harisah, anak angkat Rasulullah SAW. Dengan pernikahan ini, maka batallah kebiasaan sejak masa sebelum Islam yang tetap berlaku, yaitu mengangkat anak dengan kedudukan anak kandung. Zainab adalah ummul mu’minin yang takwa, shalehah, banyak beribadah, banyak membela kaum miskin, dan banyak meriwayatkan hadist.

(11)   Maimunah binti Haris (w. Madinah, 61 H/681 M). Dia adalah istri terakhir Rasulullah SAW yang dinikahi atas permintaan Maimunah sendiri pada saat penaklukan kota Mekah (Fath Makkah; Muharam 8). Pada waktu itu semua orang bergembira Karena penaklukan kota Mekah dapat dilaksanakan tanpa ada pertumpahan darah. Pada saat itulah Maimunah menyampaikan maksudnya kepada Abbas, iparnya, bahwa dia menyerahkan dirinya kepada Rasulullah SAW untuk menjadi istrinya. Rasulullah SAW menerima Maimunah yang pada waktu itu berstatus janda sebagai istri, sebagai istri ummul mu’minin. Penerimaan Rasulullah Saw ini juga menghilangkan rasa malu maimunah yang telah secara terbuka di depan jemaah muslimin menyatakan ingin menjadi istri Rasulullah SAW.               



Referensi : Dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar